TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Press Release PKC PMII JAWA TIMUR: Skandal dan Kontroversi Ketua KPK Firli Bahuri Turunkan Integritas KPK

Jatim Aktual, Surabaya – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga independen Negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Tugas utamanya adalah melakukan pemberantasan korupsi dengan profesional, intensif, dan berkesinambungan. Hadir sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien. Lembaga yang masuk dalam rumpun kekuasaan eksekutif ini, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh serta intervensi kekuasaan manapun. (13/04/2023)

Belakangan lembaga anti rasua ini tengah menjadi sorotan miring publik. Pasalnya banyak hal kontroversi yang dilakukan oleh Ketua KPK, Firli Bahuri, selama menjabat sebagai pimpinan KPK. Terakhir menyoal pencopotan Brigjend Pol Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK. Sebelumnya Kapolri telah memperpanjang masa penugasan Endra di KPK dengan surat yang ditandatangani pada 29 Maret 2023. Namun KPK malah menerbitkan Surat Keputusan pemberhentian dengan hormat Endra di tanggal 31 Maret 2023 dengan alasan masa penugasannya telah berakhir, tanpa melakukan koordinasi dengan institusi Polri terlebih dahulu. Keputusan memberhentikan jenderal bintang satu tersebut diduga tidak sesuai dengan mekanisme dan aturan. Ketika dikonfirmasikan ke sejumlah pimpinan KPK lainnya, ternyata kebijakan tersebut atas dasar otoritas Ketua KPK yang mengklaim hasil kesepatan bersama pada saat rapat pimpinan. Sampai sejauh ini tidak ada alasan rasional yang mendasari pemberhentian Endra. Firli dan pegawai KPK yang terlibat dalam proses pemberhentian Endra ini, diduga kuat telah melanggar kode etik. Oleh karenanya berbagai pihak mengecam kebijakan yang dikeluarkan Ketua KPK itu dan meminta Dewan Pengawas KPK untuk mengusut dan menyelesaikan masalah ini.

 

 

Skandal dan Kontroversi Firli Bahuri

Sebelum menjadi Ketua KPK, Firli sudah berada di KPK selama satu periode. Banyak skandal dan hal kontroversi lainnya yang pernah ia lakukan sebelumnya. Berikut rangkumannya:

  1. Pada tahun 2018, terdapat 26 OTT bocor saat Firli menjabat sebagai Deputi Pendidakan KPK, persisnya terjadi usai pegawai KPK ajukan surat perintah penyelidikan, pengajuan sprin penyadapan dan telaah kasus. Imbas OTT bocor penyelidik malah di-OTT target. Sebagai antisipasi, penyelidik menggunakan uang pribadi untuk operasi, kemudian di-
  2. Pada tahun yang sama pula Firli diduga bertemu dua kali dengan Gubernur NTB, TGB Zainul Majdi. Waktu itu KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara. TGB berstatus sebagai terduga pelaku dalam kasus ini dan pernah diperiksa oleh KPK. Pada akhirnya Dewan Pengawas KPK menyatakan Firli melakukan pelanggaran kode etik
  3. Pelanggaran kode etik Firli terjadi lagi ketika dirinya bertemu dengan pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Bahrullah Akbar yang sedang menjalani sebagai saksi kasus suap dana perimbangan Yaya Purnomo pada Agustus 2018. Tindakan ini menjadi persoalan lantaran Firli tidak meminta izin kepada pimpinan dan bertemu dengan orang yang tengah berurusan dengan KPK. Firli sempat menjemput Bahrullah di lobi Gedung KPK didampingi Kabag
  4. Pada 2019 saat Firli mencalonkan diri sebagai Ketua KPK, 500 pegawai KPK membuat petisi penolakan terhadap pencalonan Firli. Firli dianggap memberatkan kasus, melanggar kode etik, dan kerap melakukan tindakan kontroversial. Pegawai KPK tidak menginginkan dipimpin oleh orang yang banyak
  5. Pada tahun 2020, Firli memberhentikan 36 kasus di tahap penyelidikan. Padahal terdapat sejumlah kasus yang tergolong megakorupsi seperti dugaan korupsi Century, divestasi PT Newmont dan Sumber Waras. Dugaan kuat Firli yang pada waktu itu masih menjabat sebagai Perwira Tinggi Polri aktif memiliki konflik Firli dinilai melakukan abuse of power dalam memutuskan penghentian perkara.
  6. Pada Juni tahun 2020, Firli kembali melakukan pelanggaran kode etik. Pada saat itu, dia menjabat sebagai Ketua KPK. Firli kedapatan menggunakan helicopter mewah dalam kunjungan kerja dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Firli kena sanksi etik teguran II untuk gaya hidup mewah.
  7. Pada Desember 2020, Firli lewat Deputi Penindakan Karyoto semula membidik Ketua Komisi III DPR RI, Herman Hery, seorang politisi PDIP dalam kasus bantuan sosial di Kemudian beberapa saat penyidik tidak diperbolehkan menggeledah dan memeriksa Herman oleh Firli. Tindakan tersebut sangat kontroversial, Firli kemudian diduga melakukan pemerasan dan menutup-nutupi kasus.
  8. Di tahun 2021, Firli menonaktifkan 75 pegawai KPK. Termasuk 20-30 penyelidik dan penyidik yang menjadi motor pemberantasan korupsi. Penonaktifan terhadap puluhan pegawai tersebut dengan alasan mereka tidak lolos tes wawasan
  9. Firli pernah bertemu dengan Gubernur Papua, Lukas Enembe pada November Hal tersebut menuai kontroversial. Lantaran Firli turut mendampingi timnya saat memeriksa Gubernur Papua tersebut dikediaman pribadinya di Koya Tengah, Jaya Pura. Padahal kegiatan itu cukup dihadiri oleh penyelidik dan perwakilan dokter dari Ikatan Dokter Indonesia saja. Tindakan ini pun mendapat sorotan dan kecaman berbagai pihak.
  10. Mencopot 3 pejabat KPK yang diduga menolak penyidikan kasus Formula E. Ketiga pejabat itu adalah Deputi Penindakan dan Eksekusi Irjen Karyoto, Direktur Penyelidikan Brigjen Endar Priantoro, dan Direktur Penuntutan Fitroh Kasus Formula E dinilai belum bisa naik ke tahap penyidikan karena belum ada bukti yang cukup. Sementara Firli meminta agar status perkara ini dapat segera dinaikkan meski tidak dibarengi oleh penetapan tersangka.
  11. Dugaan kuat Firli terlibat membocorkan dokumen penyelidikan kasus Dana Tunjangan Kinerja di Kementerian ESDM pada 2023. Terdapat 5 kejadian tindak pidana dalam peristiwa tersebut. Lima kejadian tindak pidana yang diduga terjadi adalah menghalangi penyidikan, melakukan komunikasi dengan pihak berperkara, membuka informasi yang dikecualikan, membocorkan rahasia intelejen, dan membocorkan surat dan keterangan yang

 

 

Intrik Politik Firli Bahuri

Sebagai pimpinan tertinggi di KPK, Firli Bahuri telah menodai institusi KPK yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia secara tegas melakukan pemberantasan dan pencegahan tindak pidana korupsi. Firli justru malah mempertontonkan tindakan otoriternya sebagai Ketua KPK. Segudang skandal dan tindakan kontroversi yang dilakukannya hingga dugaan pelanggaran kode etik. Hal ini memunculkan persepsi publik bahwa Firli dengan sengaja ingin mendapatkan keuntungan pribadi atas jabatan prestis yang diembannya saat ini dengan bermain banyak kaki dan tangan pada setiap kasus.

Pencopotan puluhan pegawai KPK dengan dalih yang dikemukannya, tidak bisa dibenarkan begitu saja. Penonaktifan 75 pegawai KPK di tahun 2021 dan pencopotan 3 pejabat KPK di tahun 2023 yang dilakukan Firli bukan tanpa alasan. Firli menganggap bahwa mereka adalah penghalang bagi dirinya untuk memuluskan niat jahatnya. Ragam kasus seperti kasus Formula E dan kebocoran dana Tukin di Kementerian ESDM yang hangat diperbincangkan di publik baru-baru ini, ada keterhubungan dan keterkaitan dengan pencopotan pegawai KPK oleh Firli. Firli dengan halus memaksa mereka keluar dari KPK. Intrik politik yang dilakukannya ini menegaskan bahwa Firli tidak layak lagi menjabat sebagai Ketua KPK.

 

Integritas KPK turun, Wujud Pelemahan dari Dalam

Publik telah menilai bahwa Firli telah menurunkan Marwah dan harga diri KPK, bahkan kini integritas KPK mulai dipertanyakan. KPK tidak lagi independen setelah banyak intrik politik yang diselancarkan oleh Firli. Firli dianggap gagal dalam memimpin KPK. Firli seakan ingin membangun kekuasaan dan kerajaannya di KPK. Secara tidak langusung Firli tengah melemahkan KPK dari dalam. Ini sangat berbahaya bagi integritas KPK.

Tentunya ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Untuk itu, PKC PMII Jatim menuntut:

  1. Mendesak Firli Bahuri mundur dari jabatan Ketua KPK;
  2. Mendesak Dewan Pengawas KPK untuk menindak setiap pimpinan KPK dan pegawai KPK yang terlibat melanggar kode etik dan aturan perundang- undangan;