TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Berita  

Diskusi Nasional, DPD KAI Jatim Siap Dukung Penuh Pembentukan Dewan Advokat Nasional

Jatim Aktual, Surabaya – Dewan Pimpinan Daerah Kongres Advokat Indonesia Jawa Timur (ADVOKAI JATIM) menggelar Diskusi Nasional dengan tema Eksistensi Dewan Advokat Nasional sebagai Regulator Organisasi Advokat Indonesia dengan narasumber Adv. Dr. Tjoetjoe Sandjaja Hernanto, SH. MH. CLA. CIL. CLI. CRA. selaku Presiden Kongres Advokat Indonesia, dalam disertasi noveltynya Dewan Advokat Nasional, Dr. T.M. Luthfi Yazid, SH. LL.M. CLI. selaku ahli Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Sadjijono SH. M.Hum selaku Guru Besar UBHARA Surabaya sebagai ahli Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Pidana , serta Dr. Sri Setyadji, SH. M.Hum. selaku Dosen FH UNTAG Surabaya sebagai ahli Hukum Pemerintahan dan Agraria, dengan Moderator Adv. Dr. KP. H. Heru Notonegoro, SH. MH. CIL. CRA. yang dilaksanakan di Grand Mercure Movenpick Surabaya.

Dalam paparan materinya, Jumat (24/2/2023), Prof. Dr. Sadjijono SH. M.Hum. menjelaskan, Advokat Indonesia adalah sebuah profesi yang terakomodir dalam suatu organisasi yang sah dan dibentuk secara formal berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

“Organisasi Advokat merupakan catur wangsa penegak hukum berkedudukan sama dengan penegak hukum lain, yang membedakan adalah batas tugas dan kewenangannya”, urainya.

Lanjut Sadjijono, Advokat sebagai profesi yang mulia (officium nobile) merupakan panggilan hati untuk pengabdian membantu masyarakat yang membutuhkan akses keadilan, karena itu tidak hanya mencari penghasilan semata, melainkan didalamnya terdapat nilai-nilai moral yang lebih tinggi, yakni mewujudkan kesadaran masyarakat dan budaya hukum.

Sementara itu, dalam ringkasannya, Tjoetjoe memaparkan, kredibilitas penegak hukum memiliki peran strategis dalam menentukan kualitas penegakan hukum di Indonesia. Kinerja penegak hukum sering kali dianggap kurang memuaskan seiring dengan semakin banyaknya keluhan dari masyarakat atau sesama penegak hukum.

“Diperlukan pembenahan secara menyeluruh terkait personil penegak hukum dan sistem penegakan hukum yang sering kali dianggap kurang memuaskan dengan cara membangun sistem manajemen yang modern dan terintegrasi antar lembaga penegak hukum melalui Dewan Advokat Nasional sebagai regulator pengawasan kinerja Organisasi-Organisasi Advokat”, ungkapnya.

“Kewenangan penegak hukum yang tidak seimbang dan berlebihan dapat menyebabkan kesewenang-wenangan penyalahgunaan kekuasaan serta arogansi jabatan yang dapat menjauhkan dari keadilan” lanjutnya.

Sementara itu, dalam rangkuman paparan Sri Setyadji, secara teoritis dan konseptual, keberadaan Dewan Advokat Nasional sangat dimungkinkan dibentuk melalui peraturan pelaksana Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

“Namun demikan memasuki 20 tahun sejak munculnya Undang Undang Advokat, sampai saat ini Undang-Undang ini tidak memiliki aturan pelaksana. sedangkan disisi lain secara Empiris, keberadaan dan kebutuhan akan Advokat sebagai salah satu pilar dalam sistem hukum sangat diharapkan oleh masyarakat dan Negara demi terciptanya tujuan hukum”, terangnya.

Lanjutnya, Dr. T.M Lutfi Yazid menyatakan Advokat sebagai profesi, maka segala bentuk aktivitas dalam menjalankan jasa profesinya wajib terukur dengan standart keahliannya dan terbingkai dalam Kode Etik, seiring dengan, kebutuhan dan harapan masyarakat akan jasa advokat, maka kedudukan advokat sebagai bagian dalam sistem hukum, perlu dibentuk adanya “Dewan Advokat Nasional Sebagai Regulator Organisasi-Organisasi Advokat di Indonesia”.

Mecermati tatanan empiris bahwa keberadaan advokat sebagai profesi yang strategis dalam sistem hukum menyebabkan terjadinya problematika hukum yang sangat komplek. Hal ini diakibatkan terjadinya konflik dalam Organisasi Advokat yang mengatur kedudukan advokat dan Organisasi Advokat dan justru tidak memberikan solusi bagi profesi dan Organisasi Advokat, ungkapnya.

Secara konseptual kedudukan Advokat yang seharusnya menjadi pilar dalam penegakan hukum demi tercapainya kepastian, keadilan dan kemanfaatan hukum namun dalam tatanan empiris justru terjadi sebaliknya.

Terinspirasi atas adanya hal tersebut, Presiden Kongres Advokat Indonesia merasa gundah, galau dan prihatin serta menaruh perhatian bagaimana agar Advokat dan Organisasi Advokat dapat menjalankan profesinya secara komprehensif dan terintegritas serta mendapat perlindungan hukum.

Atas dasar itulah dilakukan penelitian terhadap “Urgensi Terbentuknya Dewan Advokat Nasional Sebagai Regulator Organisasi-Organisasi Advokat Indonesia” perlu ditindaklanjuti agar menjadi organ negara, dimulai dari diselenggarakannya Diskusi Nasional, dan menghasilkan kesimpulan diantaranya :
1. Secara metodologis hasil penelitian dalam buku telah memenuhi standart ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Secara substantif, bahwa kompleksitas problematika hukum pada Advokat dan Organisasi Advokat terjadi karena adanya regulasi yang tidak patuh pada asas preferensi.
3. Adanya Kesalahan atau kekeliruan dalam pemahaman dan penerapan hukum, karena adanya pemisahan hukum moral, dan etika.
4. Akibat terjadinya pemisahan hukum moral, dan etika, kecenderungan profesi Advokat hanya melekat pada tatanan normatif tanpa menghiraukan moral, etika sebagai kode etik dalam profesi.
5. Sanksi Dewan Kehormatan dari Organisasi Advokat tidak memberikan efek pada advokat, karena secara otomatis akan hapus dengan berpindahnya ke organisasi advokat yang berbeda.
6. Urgensi pembentukan Dewan Advokat Nasional merupakan salah satu solusi untuk menyelesaikan problematika dalam profesi Advokat, yang profesional, jujur, dan bertanggung jawab.
7. Kewajiban Pemerintah membentuk Dewan Advokat Nasional, secara atribusi melalui Kelembagaan Negara dan melalui mekanisme, prosedur dan substansi yang di atur Dalam UU 12 Tahun 2011, sebagaimana dirubah dalam UU 15 Tahun 2019, dan UU 13 Tahun 2022.